Sunday, October 31, 2004

Bersyukur

Pernah baca di sebuah buku yang berjudul Kecerdasan Milioner karangan Pak Dimitry Mahayana (itu tuh.. pendirinya SSC), di dalamnya disebutkan tentang kebahagiaan. *wehehe.. jarang2 lho, baca buku beginian*
Ditulis bahwa, orang yang berbahagia adalah orang yang bisa memberi makna atas segala yang terjadi dalam hidupnya. Pandai memaknai hidup berarti pandai mengambil hikmah atas segala yang telah terjadi. Ini erat kaitannya dengan sebuah hal yang disebut 'bersyukur'.
Tiada hikmah yang tak disertai dengan rasa syukur. Jika dapat mengambil hikmah dari suatu kejadian, berarti dapat menyadari bahwa kejadian tersebut tak terjadi dengan sia-sia.
Dan memang dalam Quran pun dinyatakan bahwa tiadalah sesuatu diciptakan dengan sia-sia.

Itu tadi bagian introductionnya, sekarang topik pembahasan akan di narrow down menjadi lebih spesifik: bersyukur.

'Apa ya bersyukur itu ?'
Bersyukur itu adalah hal yang dilakukan oleh bapak2 kalo pergi ke tukang potong rambut. Eh, bukan ding... itu bercukur yak...

Ini nih, yang beneran... Bersyukur itu dapat diartikan sebagai 'berterimakasih'.
'Kepada siapa ?' Meskipun kadang tidak disebutkan tujuan dari ungkapan 'syukur' tadi, tapi sudah dapat dipastikan bahwa bersyukur itu selalu kepada Tuhan.
Jadi bersyukur itu berterimakasih kepada Tuhan.

'Bagaimanakah contoh konteks berterimakasih dan bersyukur ?'
'Terima kasih' itu konteksnya:
- paling tidak 2 belah pihak yang melakukan transaksi memberi dan menerima
- 'benda' yang ditransaksikan biasanya jelas atau mudah teridentifikasi, bisa barang atau jasa.
Contoh: A diberi uang oleh B, dan A berterimakasih kepada B. Jelas konteksnya: ada 2 belah pihak yang melakukan transaksi, dan yang ditransaksikan berupa uang.
Karena jelas konteksnya, manusia masih jarang melupakan ungkapan terimakasih.

Tapi kalo bersyukur? hmm... mungkin sering sekali terlupakan.
'Apakah penyebabnya ?'
Mari kita analisis dari konteksnya.
Konteks bersyukur:
- pada dasarnya sama juga, terdapat at least 2 belah pihak yang terkait, yang satu pihak adalah Tuhan sebagai pihak pemberi. *by definition: bersyukur kan kepada Tuhan*
Karena Tuhan itu tak terlihat oleh manusia, maka dari konteks pertama saja sudah dapat ditemukan alasan orang untuk lupa bersyukur, yaitu karena Tuhan, pihak pemberi, tak tampak oleh mata manusia. Jangankan kepada Tuhan, lha wong manusia saja bisa lupa berterimakasih kepada sesamanya yang jelas2 kasat mata.
- 'benda' yang ditransaksikan dalam hal ini lebih berupa sesuatu yang tak berwujud, yang hanya dapat dirasakan oleh hati nurani. Ya jelas, wong Sang Pemberinya saja tak kasat mata, ya pemberiannya most likely ya sesuatu yang tak kasat mata pula.
Contoh: nikmat kesehatan, adalah contoh pemberian Tuhan. Tak kasat mata, sering dilupakan.
Ketidak berwujudan benda yang diberi oleh Tuhan inilah yang juga menyebabkan manusia sering lupa bersyukur.

Nah, hasil analisis konteks telah menunjukkan penyebabnya.

Untuk memperjelas tentang konteks bersyukur, mari kita lihat contoh2 berikut:
(a). Kesehatan, lengkapnya: nikmat kesehatan.
Kesehatan ini adalah contoh nikmat pemberian Tuhan (dari uncountable nikmat yang ada). Tak berwujud, hanya dapat dirasakan.
'Ah masak kesehatan pemberian Tuhan ? bukannya kalo sakit kita ke dokter ?'
Kadang udah ke dokter, penyakit gak sembuh2 lho... bahkan ada yang mati. hehe...
Intinya, kesehatan itu tidak dijamin oleh dokter, melainkan ada Dzat yang Maha Kuasa yang menentukan apakah seseorang berhak mendapat 'kesehatan' tsb atau tidak. Dokter cuman perantara, tapi pemberi kesehatan adalah Tuhan. Jadi, berterimakasih lah kepada dokter atas jasa penyembuhannya, tapi bersyukur tetap kepada Tuhan atas nikmat kesehatannya.

Kadang manusia cuman berhenti sampai berterima kasih kepada dokternya (itu juga kadang inget, hehe..), sedang bersyukur kepada Tuhan atas nikmat kesehatannya terlupakan. Abis Tuhan gak kelihatan, sih...

(b). Rezeki berupa harta
Sering juga terlupakan bahwa harta adalah nikmat pemberian Allah. Hanya karena disampaikan melalui orang, manusia juga sering berhenti sampe berterima kasih kepada perantara penyampai rezekinya saja.
'Jelas dong, kan yang ngasih gue duit si B. Tuhan gak pernah ngejatuhin duit dari langit ke gue, tuh!'
hohoho... menyesatkan! Yakin yang ngasih duit si B ?
Coba lihat contoh kasus berikut: si A adalah seorang petani yang menjual hasil panennya kepada B. Suatu kali si A sudah giat bekerja demi mendapatkan hasil panen yang melimpah supaya uang hasil penjualannya kepada B juga banyak. Tapi, tak diduga wabah wereng melanda sawah si A. Ludeslah hasil sawahnya, tak bisa dijual, dan A pun tak mendapat apapun dari si B, karena tidak menjual apapun.
Esensi cerita: memang, pada awalnya si A memiliki uang pada B yang berpotensi menjadi miliknya. Tapi, lagi2 ada sebuah kuasa yang menentukan apakah si A berhak memiliki uang tersebut pada akhirnya ? Kuasa itu adalah milik Allah. Rezeki di tangan Allah. Kalo memang si A akhirnya berhasil memiliki uang tsb melalui B, berarti ya memang Allah memberikan (menghendaki) rezeki itu untuk si A melalui perantaraan si B.
Jadi, si A berterima kasih kepada si B, tapi tetap harus bersyukur kepada Allah karena telah menghendaki rezeki itu untuknya.

'Adakah hal di dunia ini yang cukup di 'terima kasih' i tanpa perlu 'disyukur' i ?'
Jawabnya: Tidak ada! Kenapa ? karena pada dasarnya pemberian dari manusia itu terjadi atas kehendak Allah.

'Bagaimana jika sebaliknya ('syukur' yang tanpa perlu di 'terimakasih' i)?'
Jawabnya: Ada !
Apa sih yang nggak mungkin buat Allah untuk menjadikan sesuatu?
Ada orang yang udah parah banget sakitnya, trus tau2 sembuh tanpa sebab. Tau2 penyakitnya ilang plas !!
Nah, lho.. kayak gitu mau terimakasih ke siapa ? Sudah pasti harus disyukuri.

Dan sekarang, bagaimana kah cara supaya kita selalu ingat bersyukur?
1. Dengan menyadari bahwa tiada sesuatupun yang dapat sampai kepada kita tanpa kehendak Allah. Seperti yang terlihat pada contoh2 di atas...
2. Dengan berpikir kondisi negatif atas sebuah keadaan.
Wah, gimana nih maksudnya ?
Begini...
Berpikir tentang kondisi negatif dari sebuah keadaan, contohnya:
'Sehat', negatifnya adalah 'sakit'. Kalo tidak 'sehat' berarti kita 'sakit'. Sadar bahwa ada hal yang namanya 'sakit', maka mengingatkan kita bahwa ketika kita sehat berarti kita sedang diberi Allah 'sehat'.
Demikian juga contoh2 lainnya, seperti 'kaya' (vs 'miskin'), 'kenyang' (vs 'lapar'), 'melihat' (vs 'buta'), 'mendengar' (vs 'tuli') dsb dsb.

Biasanya, kalo keadaan sedang baik2 saja, kita cenderung lupa untuk bersyukur. Kita merasa bahwa keadaan yang biasa ini adalah memang sudah sewajarnya. Beda halnya kalo kita sedang mengalami keadaan yang tidak mengenakkan, misalnya sakit, lapar, dll. Makanya kadang orang sakit lebih mengerti arti bersyukur ketimbang orang sehat karena mereka telah berada dalam kondisi yang negatif itu. Sakitpun harus disyukuri karena dapat membuat jadi mengerti arti bersyukur.

Bersyukurlah:
jika sedang sehat, karena bisa saja sekarang kita sedang sakit...
jika sedang kenyang, karena bisa saja sekarang kita sedang lapar...
jika sedang bahagia, karena bisa saja sekarang kita sedang bersedih...
jika sedang ingat, karena bisa saja sekarang kita sedang lalai/khilaf...
jika sedang diingatkan, karena bisa saja sekarang kita dibiarkan untuk lalai/khilaf...

Ya Rabku... jangan pernah lalaikan hamba dari bersyukur kepada-Mu...

Sunday, October 24, 2004

Sebuah kata bernama 'Maaf'

'Maaf' begitu mudah diucapkan
Tapi belum tentu dimengerti maknanya, esensinya.
"Kalau bersalah, mintalah 'maaf', dan jangan mengulangi lagi perbuatan salah yang sama."
Begitu seharusnya, jika mengerti makna, esensi dari sebuah kata, 'maaf'.

Dulu,
Tak mudah kata 'maaf', dan juga 'terimakasih', ini terucap, olehku. Tak tahu juga kenapa.
Mungkin karena gengsi, atau... mungkin karena adanya bawah kesadaran yang menyadari akan besar dan beratnya esensi kata - kata ini.
Tak mudah untuk mengucapkan kata 'maaf', kecuali dari hati, dengan sebuah 'janji' yang tak terucap untuk tak mengulangi lagi.
Bahkan rela untuk mengganti kata 'maaf' itu, dengan sesuatu yang lain, sebagai tanda keseriusan,
dan pengertian bahwa sebenarnya kata itu belum cukup untuk meminta maaf yang sebenarnya.

Akhir-akhir ini,
Sudah mulai berubah: sudah mulai mudah mengucapkan kata 'maaf'.
Sebuah kemajuan ???
Mulai sering sebuah kata 'maaf' terucap.
Tapi perbuatan yang sama masih juga terulang.
Sebenarnya saya mengerti esensi kata itu,
tapi...
selalu ada yang menyebabkan akhirnya terjatuh dan mengulangi perbuatan yang salah itu.
Haruskah 'maaf' terucap lagi ?
Untuk kesekian kalinya.
Saya takut, 'maaf' 'memaafkan' ini hanya akan menjadi sebuah rutinitas tanpa makna.
Saya takut, 'maaf' 'memaafkan' ini hanya akan membuat hati menjadi bebal akan esensi kata 'maaf' yang seharusnya tidak seringan mengucapkannya.
Yang parah, kalo hati akhirnya menjadi bebal; Takut akan merusak bagian2 hati yang lainnya.
Takut hati ini tak lagi peka, mengeras, berkarat. Takut...

Mana yang harus dikorbankan?
Kemurnian hati, ataukah sekedar formalitas untuk membuat keadaan menjadi 'terlihat' baik-baik saja?
Jika masih tetap begini, mungkin harus mengorbankan salah satu...
Tapi masih tak rela untuk mengorbankan hatiku...


Sebuah perenungan tentang kata 'maaf'

Sunday, October 17, 2004

Berpikir tentang penciptaan langit dan bumi diwaktu berbaring, duduk dan berdiri

Di negara yang beragama, seperti Indonesia, sangat jarang ditemui orang yang tidak percaya akan keberadaan Tuhan. Entah dengan tingkat keyakinan yang bagaimana, yang jelas mayoritas percaya bahwa Tuhan itu ada.

Pernahkah kita mempertanyakan tingkat keyakinan kita? Ya, nggak usah susah2 sih, kalo kita tau2 ditanya dengan pertanyaan semacam ini:
"Kamu percaya nggak bahwa Tuhan itu ada ? Kalo iya, buktinya apa ?"
Langsung kebingungan, deh menjawabnya. Jelas jawaban pertama yang terpikir dalam benak kita adalah serangkaian jawaban dogmatis, ayat ini lah, ayat itulah, dsb dsb. Tapi pernahkah kita mencari jawaban yang logisnya ? That's a challenge!

Mungkin di Indonesia jarang orang yang bertanya dengan pertanyaan yang semacam itu. Malah kalo ada yang nanya hal itu, wah, bisa2 dicap atheis. Tergolong pertanyaan 'rawan', tuh. Akan tetapi, di negara yang bukan berdasarkan agama, pertanyaan seperti itu sah-sah saja. Contohnya seperti di Sgp ini. Banyak diantara teman2 saya yang orang PRC (China), Vietnam, dll, yang dengan terang2an menyatakan bahwa dirinya freethinker: they don't believe to any religions (and God).

Dulu, waktu masih S1 tingkat 2 di sini, pernah saya bercakap2 dengan seorang teman, orang lokal. Dia percaya bahwa dunia ini tak berawal dan tak berakhir, juga tak ada yang namanya Tuhan. Jadi kehidupan ini diibaratkan sebagai sebuah siklus alami saja, tak ada ujung dan pangkal, melainkan dalam bentuk lingkaran. Dunia ini tak pernah berawal dan berakhir. Terlahir, hidup, mati, dan terlahir kembali.. Siklus yang alamiah, begitulah...

Lalu ia pun menanyakan tentang keyakinan saya.

Duerr!! Saya pun terdiam seribu bahasa, bingung menjawab dengan jawaban yang seperti apa.
Kalo dijawab dengan jawaban yang, "wah, dalam agama saya jelas dinyatakan Tuhan itu ada, ada yang namanya rukun Iman, no 1 -nya adalah percaya kepada Allah, Tuhan pencipta alam semesta".
Hmm.. sepertinya jawabannya nggak mengena, karena orang yang awam tak menghendaki jawaban yang dogmatis semacam itu. Soalnya, entar dia bakal nanya lagi, "Iya, kalo memang Tuhan itu ada, apa buktinya, apa dasarnya ? ada jawaban yang lebih logis ?" *temenku yang satu itu emang rada suka tega, sih nanyanya*

Mendadak jadi tersadar, bahwa keyakinan saya selama ini keyakinan yang lebih dilandasi oleh keimanan yang dogmatis saja. Dan saya tidak siap dengan pertanyaan yang semacam itu, yang diajukan oleh orang2 yang menghendaki jawaban yang logis.

Sebenarnya sayapun sering mempertanyakan hal semacam itu dalam benak saya, pembuktian akan keberadaan Tuhan, tapi lagi2 ujung2nya kembali pada keyakinan dogmatis, tidak secara logis.
Akhirnya waktu itu, saya memilih untuk tidak menjawab pertanyaan teman saya itu. hehehe... ya, daripada jawabannya tidak memuaskan, mending nggak sama sekali. hehehe...

Kemudian keesokan harinya, di kelas ada pelajaran Thermodynamics and Heat Transfer. Kebetulan lagi dibahas ttg Hukum Thermodinamika.
Dalam hukum Thermodinamika ke-2 yang memakai konsep Entropy, dinyatakan bahwa: Setiap reaksi yang terjadi dalam sebuah closed system akan menyebabkan Entropy dari sebuah system tersebut tetap atau bertambah (i.e. >= 0); Entropy tak pernah berkurang.

Jreng! Tiba2 kok sepertinya dapet hubungan antara pertanyaan temenku hari sebelomnya dengan pelajaran hari ini.

Dan akupun berpikir begini: kalo alam semesta itu dianggap sebagai sebuah closed system, maka entropy dari alam semesta ini selalu bertambah, karena setiap saat selalu terjadi reaksi2 di dalamnya, contoh: penguapan, pembakaran, dll. Intinya, entropy alam semesta selalu bertambah. Nah, lho... kalo sesuatu itu selalu bertambah, pasti dahulunya pernah mempunyai nilai yang kurang dari nilai saat ini. Contoh: misalkan sekarang entropy alam semesta adalah 100, maka beberapa saat yang lalu nilainya pasti lebih kecil dari 100, bisa saja 80,50,40, dst. Dan pada suatu saat yang laluuu pasti pernah mencapai nilai 0 (zero)! Sebuah ketiadaan!

Jadi alam semesta ini dahulunya pernah tidak ada! Dan patahlah konsep temanku tadi yang mengatakan bahwa alam semesta ini mengikuti sebuah siklus yang sirkuler/melingkar, alias tak berawal dan tak berakhir.
Jelas alam semesta ini berawal! Jika sesuatu itu berawal, pasti ada yang mengawalinya. Hanya Dzat yang Maha Sempurna yang mampu menciptakan alam semesta dan isinya. Tak mungkin manusia atau sebangsanya. *ya iyalah, bahkan manusia tak kan pernah bisa menciptakan seorang manusia pun. Cloning pun bukan menciptakan, lho, cuman merekayasa yang sudah ada*

Dan akhirnya, hukum Thermodinamika 2 pun telah membuktikan akan keberadaan-Nya. Dialah Allah, Dzat Maha Sempurna, pencipta dan pemelihara alam semesta dan isinya.

Yah, setidaknya bagi saya sendiri, saya sudah menemukan sebuah pembuktian logis atas pertanyaan saya selama ini, tentang pembuktian keberadaan Tuhan. Bukannya sebelumnya saya nggak yakin, tapi pembuktian logika membuat lebih memperkuat keyakinan itu.

Dalam Al Quran pun terdapat ayat yang 'menganjurkan' untuk berpikir tentang penciptaan langit dan bumi diwaktu berbaring, duduk dan berdiri. "Mengapa ?" Ada 2 jawabannya:
1. Kita tak akan mampu membuktikan keberadaan Allah secara wujud, melainkan hanya melalui penciptaan dan hasil ciptaannya.
2. Selalu mengingat proses penciptaan, secara otomatis akan selalu mengingatkan kita kepada sang Penciptanya, Allah SWT.

Sesungguhnya, selalu ada jalan yang menuntun kepada pembuktian atas keberadaan-Nya, di manapun dan kapanpun - di waktu berbaring, duduk, dan berdiri....

Subhanallah...
Dan hukum2 alam pun tunduk kepada-Mu.

Friday, October 15, 2004

Renungan Ramadhan: Puasa Ramadhan - sebuah studi analogi

Dalam tulisan berikut ini akan dibahas bulan Ramadhan dengan metoda analogi dalam konteks terminologi IT (Teknologi Informasi).

Komputer terbagi atas 2 bagian besar, yaitu hardware dan software. Hardware atau perangkat keras contohnya: mother board, CPU, video card, dll. Sedangkan software atau perangkat lunak, contohnya: operating sistem - DOS, Windows, UNIX, Linux, program2 aplikasi - MS Word, MS Excel, dll.

Manusia dalam hal ini dapat juga dianalogikan dengan komputer. Manusia terbagi atas 2 bagian besar: jasmani dan rohani. Jasmani adalah fisik manusia, jelas terlihat dan berwujud, contohnya: tangan, kaki, jantung, lambung, dll. Sedangkan rohani adalah bagian spiritual manusia, tak berwujud, contohnya adalah: akal, ruh, hati nurani, dll.

"Nah lho, trus apa hubungannya sama bulan Ramadhan ?"

Begini... bulan Ramadhan, dalam terminologi komputer2an tadi, saya analogikan sebagai bulan diskon besar2an obral hardware dan software yang bisa menjadi kesempatan bagi setiap komputer untuk diupgrade dengan harga murah, dan bahkan gratis. Dalam terminologi manusianya, Bulan Ramadhan juga merupakan bulan "obral besar2an" bagi umat Islam, yang merupakan kesempatan untuk berlomba2 meng-upgrade jasmani dan rohaninya dengan harga yang "murah".

"Kalo 'murah' dalam terminologi obralan h/w s/w sih udah jelas, berarti harga2 yang miring. Trus, maksud istilah 'murah' dalam terminologi manusia gimana ?"

Arti "murah" selama Bulan Ramadhan ini artinya adalah bahwa terdapat suatu mekanisme yang "dipermudah" untuk meng-upgrade jasmani dan rohani selama bulan Ramadhan ini.

"Kok bisa bilang dipermudah, sih ? Bukannya nggak makan dan minum sebulan itu berat ya?"

Lho, hardware komputer itu kan kalo mo upgrade juga mesti ada sesuatu barang tambahan yang dibeli. Contoh: kalo mau meng-upgrade kecepatan processor, kan artinya mesti beli processor baru; mau nambah kapasitas memory, perlu juga beli RAM tambahan. Artinya, everything always comes at cost. Ya, namanya juga hardware, kan perlu ongkos buat materialnya, jadi nggak bisa gratis.
Hanya saja, dalam bulan diskon ini, harga hardware lebih murah.

Demikian pula untuk meng-upgrade jasmani, nggak bisa gratis tanpa cost; tau2 pengen bisa sehat lambungnya, bisa lebih sehat badannya, dll. Meng-upgrade jasmani juga butuh cost! Kalo mau gratisan, emang mau cangkok organ??? hehe...
Nah hanya saja, kalo bulan Ramadhan terdapat kemudahan2 dalam melaksanakan up-grade jasmani ini.
Oh iya, dalam dunia kesehatan sudah terbukti bahwa puasa memiliki manfaat2 bagi jasmani, contoh: menyembuhkan penyakit maag, detoksifikasi, mengurangi lemak, dll.

"Lalu, dimanakah letak kemudahannya ?"

Kemudahannya adalah dalam pelaksanaannya yang secara berjamaah/bersama-sama.
Iya, coba bandingkan dengan puasa2 sunnah diluar bulan Ramadhan, contoh senin kamis. Puasa sunnah kan biasanya dilakukan secara sendiri2, dan kendalanya: males! soalnya nggak ada temennya. Selain itu, godaannya juga lebih besar, karena lingkungan pada banyak yang nggak sedang puasa. Di mana2 ngeliat orang makan, huhuhu.... godaannya lebih besar, kan...
Sedangkan Puasa Ramadhan ? Semua pada puasa, faktor drive-nya lebih kuat karena banyak temannya. Justru kalo nggak ikutan malah merasa bersalah. Bahkan stasiun2 tivi pun turut mendukung dengan memperbanyak tayangan2 rohani. Faktor drive dari lingkungan itulah yang mempermudah pelaksanaan puasa Ramadhan ini.

"Tadi tentang upgrade hardware, bagaimana halnya dengan software ?"

Beda halnya dengan hardware, software lebih murah lagi harganya, bahkan ada yang digratiskan, semacam freeware gitu lah... hehe.. Soalnya software kan tidak perlu material. Hanya berupa code, jadi memungkinkan untuk digratiskan.

"Trus, gimana dengan 'software' pada manusia?"

Di bulan Ramadhan ini, manusia juga diberi kemudahan untuk meng-upgrade 'software' nya. Melatih hati menahan hawa nafsu adalah termasuk contoh proses peng-upgrade-an yang dimudahkan (atau 'dimurahkan'). Ditunjang oleh faktor lingkungan yang semuanya pada menahan hawa nafsu, secara tidak langsung kita pun termotivasi untuk menahan hawa nafsu. "Dimurahkan" karena bukan barang gratisan juga, harus ada faktor usahanya alias 'cost'nya.
Ada juga yang digratiskan, yaitu 'komoditi' yang asalnya dari Allah. Kalo software2 yang asalnya dari Allah, biasanya sih digratiskan. Pada bulan Ramadhan ini pintu ampunan dibuka lebar2, pahala ibadah pun dilipatgandakan, dll.

"Jadi gimana mestinya kita menyikapi bulan Ramadhan ini ?"

Ya, sudah jelas! Jangan lewatkan kesempatan emas ini! Bulan Ramadhan cuman ada setahun sekali. Jadikan bulan Ramadhan sebagai ajang untuk meng-upgrade secara komplit jasmani dan rohani kita.

Kalo tujuannya cuman meng-upgrade jasmani (contoh: puasa cuman gara2 pengen kurus), ya... percuma aja.
Ibaratnya, komputer yang cuman processornya doang yang diupgrade, tapi operating sistem nya tetep DOS, tetep aja nggak mencapai sasaran untuk memperbaiki mutu komputer secara keseluruhan. Nggak ngefek gituh.. Malah bisa2 komputernya crash. Kalo software doang yang diupgrade, sama juga ceritanya. Nggak ngaruh. Masak mo pake operating sistem Windows XP pake processor 386 ? Nggak bisa atuh...
Juga bagi manusia, untuk meng-upgrade rohani perlu pengkondisian secara jasmani juga. Dalam kondisi lapar dan haus, manusia *diharapkan* jadi lebih dekat dengan Tuhannya, dalam ketidakberdayaan dan kelemahan. Sebuah pengkondisian yang sempurna secara lahir dan batin.

Jadi, Puasa Ramadhan merupakan sebuah mekanisme peng-upgrade-an jasmani dan rohani manusia yang sangat lengkap dan intensif, jika dijalani dengan sebenar-benarnya. Juga sebagai semacam intensive-refresher-training yang dilaksanakan secara rutin setiap tahun, yang tujuannya adalah untuk mengembalikan lagi kondisi manusia kepada fitrahnya. Tanpa mekanisme 'pemfitrahan kembali' ini, bukan mustahil yang pada mulanya tersesat sedikit, semakin lama akan semakin jauh tersesat dari fitrahnya. Semacam mekanisme kontrol/koreksi begitu, lho... Jika terjadi deviasi, maka diharapkan pada bulan Ramadhan ini terjadi efek pengkoreksiannya.
Bulan Ramadhan merupakan bulan pengoreksian diri dan semoga berhasil membawa kita kembali selalu ingat pada fitrah kita, kembali suci....

Subhanallah, sesungguhnya Allah menciptakan alam ini dengan mekanisme yang mahasempurna....

Tuesday, October 12, 2004

What do you do to de-stress ?

Stress, human's best friend. *eh, I tought it is supposed to be dog ??, hehehe..*

People have certain ways to de-stress, ranging from the weird ones to the common ones.
There are people who go for speeding with their vehicle when they are stressed up, yet there are people who only need to sleep to relieve their burden.

My ways of de-stressing keep changing time by time.

When I was a child, I didn't really know how to de-stress. Hohoho.... I had been good friend with stress ever since I was a child *argghh.. what a pitty!*
My mom would always know whenever I was stressed up. The appearance of rash on certain places on my skin was noticable when I was stressed up. It's a kind of allergic that I had been suffering since I was a child until I was abt 11 years old. Allergic to stress ??

Then, when I was in junior/senior high school, my way of de-stressing was by doing excercise. I excercised regularly to prevent stress and due to a certain health reason. I jogged, played badminton, basketball at home. My father really concerned with the health matter. He always liked to remind me to do excercise whenever I had nothing to do at home. In fact, until now, when I go back home for holiday.
Oh yeah, that is what a military father likes in suggesting an activity to his children: excercise! hahaha...

Btw, I was introduced to sport quite early. In the age of 5/6, I was brought by my father to a tennis court to be taught to play tennis! At that time, I couldn't even able to hold the racket properly yet! hahaha... And then, I stopped after the first practice. The coach said, "Ok, let's come back when you are bigger".
Yet, later, I never come back to the tennis court, until now. Hahaha...

Back to the de-stressing ways...

When I was still studying in Bandung, in addition to the regular jogging (every sunday morning, 6 rounds of a soccer field), I enjoyed a new way of de-stressing. That was: Shopping! Most of the time when I finished having quizes/exams I straight away headed to a supermarket. I found a new enjoyment in just for a sight seeing in the supermarket, although actually I did not really shop. Gelael Dago was my favorite supermaket to go because it's close to my school, ITB and my kost/hostel(??).

Besides shopping, I also enjoyed learning guitar too, using my housemate's guitar.
My hobby in learning/playing guitar started when I was in my second year in ITB. I never learnt playing guitar before, until one day, in a shiny afternoon, I felt so stressed up that I borrowed the guitar and start learning. My friend taught me the grips of some main chords, and I then kept playing with it. And surprisingly, within the same day, from knowing nothing about playing guitar, I then could play some songs with the help of the song's notations, strumming way though. Then, in less then a week, I could already play some songs by plugging, not strumming anymore. Hmm... see how bad the stress at that time was! Or, should I say it as the side effect of a stress?

During my stay in Singapore, my way of de-stressing is only remained with jogging. I didn't go for shopping and playing guitar anymore. *Coz shopping is costly and I dun have guitar here. hehe...*
I still like jogging. I normally jog at night. Every jogging costs me 6 complete rounds of the soccer field.

I jogged even more frequent during my final year project time. I jogged almost every day around 1 am in the morning. huhuhu.... I couldn't take the stress anymore! How healthy I was! hahaha...
I lost a lot of weights during my FYP time that my roommate could even notice the changes. That was when I still stay in school's hostel. The sports facilities were near. Now that I stayed outside, there is no sport facilities around my home. I still jog sometimes when I am in school.

I realized that excercise is good not only for health, but also for mind. I now feel a bit different when I seldom do jogging. Yeah, I should do more frequent jogging again, now. The stress attack are about to come! Oh, well, I think they are here already !!!
*argghhh....*


Friday, October 08, 2004

Witnessing night life in Johor Bahru, MY

Weekend kemaren, saya menghabiskan tengah malam dengan 'berkeliling2' di kehidupan malam kota Johor Bahru Malaysia. Saya menemani seorang teman lama saya yang sedang berkunjung ke Singapore, dalam rangka berlibur. Ia diundang oleh seorang temannya, yang orang JB, untuk berjalan2 ke JB sekedar makan2. Dan, di sana lah saya bersama mereka, di tengah malam itu.

Kami meninggalkan Singapore sekitar jam 11.30 malam dengan mengendarai mobil yang disetir oleh temennya temen saya. Rencana awalnya sih cuman pengen jalan2 cari makan, habis itu balik lagi ke Sgp.
Yah, apa mau dikata, rencana tinggal rencana, ternyata nggak segampang itu mencari tempat makan di tengah malam. We ended up with wandering around the city witnessing the 'night life'.

Biarpun puyeng gara2 muter2 nyari tempat makan nggak nemu2, tapi jadinya bisa keliling2 melihat kehidupan malam di kota itu.

Kalo nggak karena muter2 itu tadi, mungkin nggak bakalan dapet kesempatan melihat secara langsung hal2 aneh, yang sebelumnya cuman saya pernah liat di tipi/filem.

Pertama kita berhenti di sebuah tempat wisata yang namanya Danga Bay. Tempat ini masih tergolong 'baik-baik' saja, meskipun temen saya sempat melihat ada pasangan yang 'mojok' di salah satu tempat gelap. Nggak tau tuh, lagi ngapain. Ya, saya nggak liat sih...

Danga Bay ini, seperti terlihat dari namanya, terletak di tepi laut. Tapi karena udah malem, kita nggak pengen naik perahunya. Serem kali naik perahu malem2, mana anginnya kenceng lagi. Masak naik perahu jam 12 malem! hihihi... Eh, para nelayan kan kalo melaut juga malem2.

Danga Bay ini tempatnya cukup ramai. Ternyata banyak juga ya orang2 yang demen keluyuran malem2. *aye kagak termasuk, lho... kan ke sana buat nemenin temen,hehe..*
Di sini juga ada tempat makannya, tapi kita nggak mau makan di situ, soalnya kata temen yang orang sono, makanan di sana nggak enak. Walhasil di sono kita cuman keliling2 tempat itu naik kereta2an. Hehehe... iseng amat yak. Yah, dari pada gak ngapa2in.

Abis dari situ, rencananya kita mau nyari tempat maem trus balik. Eh, ternyata jadinya muter2, deh...
Tempat sasaran pertama: sebuah restoran pondok2 yang namanya Anjung Warisan. Yah, dasar udah kemaleman, makanan yang dipesen ternyata abis. Udah gitu, pada nggak ada yang ngasi tau lagi kalo dapurnya ternyata udah tutup. Kalo nggak ditanya, mungkin bakalan nunggu sampe bosen kali...

Trus pindah deh. Kali ini nyari sate. Jualannya di sebuah lapangan parkir gedung kantor apaa.. gitu, lupa.
Di lapangan parkir gedung ini, ada berderetan warung2 lain jualan macem2. Tapi, sekali lagi, warungnya pada tutup! huhuhu.... Pas mo balik ke mobil, eh, ngeliat ada orang yang jalannya miring2 sempoyongan.
Kata temenku, "wah, lagi mabok tuh orang". Ooo... jadi gitu ya orang yang lagi mabok. Biasanya kan cuman liat dari tipi/filem doang kalo orang mabok tuh, sempoyongan. Orangnya mo naik ke motornya, tapi jatoh2 terus. Hahaha... gawat juga ya orang mabok. Gimana coba kalo dia ternyata berhasil naik motor, wah, pasti dah nabrak2 kali ya... Sempet ngeri juga ngeliatnya, takut kalo orang yg mabuk itu ngamuk. Huhuhu.. untunglah gak kenapa2.

Kehabisan sate, tak mengapa. Pantang menyerah! Sebenernya yang pantang menyerah bukan kita2, tapi supirnya yang dah kelaperan. Saya mah dah males makan kemaleman. Mana rada2 puyeng gara2 mobilnya kebut2an lagi :s. arrggghh....

Dan akhirnya sampailah kita ke sebuah restoran yang buka 24 jam. Deket Danga Bay tadi. Lupa nama restorannya apa. Tempatnya terbuka, berpayung2 gitu. Jadi rada remang2. :s

Wah wah, bener2 nih tempat gawat juga. Namanya juga buka 24 jam, jadinya kalo malem ya... konsumennya kebanyakan adalah para 'orang malam'. Yah, di sini saya melihat beberapa pemandangan aneh. Ada cowok sama cowok berjalan berpelukan :s trus, trus katanya temenku, "tuh tuh.. liat ada gay" *tweoweoweow*
Hiya... kan sekali-kali nya liat gay di filem Arisan. Sekarang liat pake mata kepala sendiri. *tweoweoweow*
Habis itu nganterin temen ke toilet, pas baliknya saya melewati sebuah meja yang dikelilingi oleh sekelompok orang yang secara bergantian menghisap sesuatu. Hiyaaa.... apaan lagi tuh !!!
Di sekeliling meja mereka ada semacam tabung2 gas, gitu. Trus ada pipa2nya, yang kemudian mereka hisap secara bergantian. Kyaa... gawat, deh... kayaknya mereka lagi nyabu yak ?
Wah, belom pernah tuh liat yang begituan, ditipi doang kali...
Gawattt.....

Yah, begitulah ternyata kehidupan malam. Ada orang mabuk2an, orang nyandu, homoseks, dll, yang sebelumnya cuman saya liat di tipi. Eh, malam itu, ternyata melihat dengan mata kepala sendiri. Serem juga, yah..

Melihat itu semua, saya hanya bisa bersyukur...
Bersyukur karena ternyata kehidupan yang semacam itu alhamdulillah dijauhkan dari jalan kehidupanku, sampai saat ini. Dan semoga akan tetap dijauhkan sampai kapanpun.. amien...

Kadang seseorang tak pernah berencana untuk berada di suatu jalan hidup, tau2 sudah berada di dalamnya. Kalaupun mungkin ditakdirkan untuk berada di sebuah jalan yang 'berat', semoga selalu diberi ketabahan dan kekuatan untuk menjalaninya. Amien...

Sebuah oleh-oleh dari keheningan malam...
Ku tak pernah ingin berhenti bersyukur, telah sering Kautunjukkan besarnya kasih-Mu padaku...