Sunday, October 17, 2004

Berpikir tentang penciptaan langit dan bumi diwaktu berbaring, duduk dan berdiri

Di negara yang beragama, seperti Indonesia, sangat jarang ditemui orang yang tidak percaya akan keberadaan Tuhan. Entah dengan tingkat keyakinan yang bagaimana, yang jelas mayoritas percaya bahwa Tuhan itu ada.

Pernahkah kita mempertanyakan tingkat keyakinan kita? Ya, nggak usah susah2 sih, kalo kita tau2 ditanya dengan pertanyaan semacam ini:
"Kamu percaya nggak bahwa Tuhan itu ada ? Kalo iya, buktinya apa ?"
Langsung kebingungan, deh menjawabnya. Jelas jawaban pertama yang terpikir dalam benak kita adalah serangkaian jawaban dogmatis, ayat ini lah, ayat itulah, dsb dsb. Tapi pernahkah kita mencari jawaban yang logisnya ? That's a challenge!

Mungkin di Indonesia jarang orang yang bertanya dengan pertanyaan yang semacam itu. Malah kalo ada yang nanya hal itu, wah, bisa2 dicap atheis. Tergolong pertanyaan 'rawan', tuh. Akan tetapi, di negara yang bukan berdasarkan agama, pertanyaan seperti itu sah-sah saja. Contohnya seperti di Sgp ini. Banyak diantara teman2 saya yang orang PRC (China), Vietnam, dll, yang dengan terang2an menyatakan bahwa dirinya freethinker: they don't believe to any religions (and God).

Dulu, waktu masih S1 tingkat 2 di sini, pernah saya bercakap2 dengan seorang teman, orang lokal. Dia percaya bahwa dunia ini tak berawal dan tak berakhir, juga tak ada yang namanya Tuhan. Jadi kehidupan ini diibaratkan sebagai sebuah siklus alami saja, tak ada ujung dan pangkal, melainkan dalam bentuk lingkaran. Dunia ini tak pernah berawal dan berakhir. Terlahir, hidup, mati, dan terlahir kembali.. Siklus yang alamiah, begitulah...

Lalu ia pun menanyakan tentang keyakinan saya.

Duerr!! Saya pun terdiam seribu bahasa, bingung menjawab dengan jawaban yang seperti apa.
Kalo dijawab dengan jawaban yang, "wah, dalam agama saya jelas dinyatakan Tuhan itu ada, ada yang namanya rukun Iman, no 1 -nya adalah percaya kepada Allah, Tuhan pencipta alam semesta".
Hmm.. sepertinya jawabannya nggak mengena, karena orang yang awam tak menghendaki jawaban yang dogmatis semacam itu. Soalnya, entar dia bakal nanya lagi, "Iya, kalo memang Tuhan itu ada, apa buktinya, apa dasarnya ? ada jawaban yang lebih logis ?" *temenku yang satu itu emang rada suka tega, sih nanyanya*

Mendadak jadi tersadar, bahwa keyakinan saya selama ini keyakinan yang lebih dilandasi oleh keimanan yang dogmatis saja. Dan saya tidak siap dengan pertanyaan yang semacam itu, yang diajukan oleh orang2 yang menghendaki jawaban yang logis.

Sebenarnya sayapun sering mempertanyakan hal semacam itu dalam benak saya, pembuktian akan keberadaan Tuhan, tapi lagi2 ujung2nya kembali pada keyakinan dogmatis, tidak secara logis.
Akhirnya waktu itu, saya memilih untuk tidak menjawab pertanyaan teman saya itu. hehehe... ya, daripada jawabannya tidak memuaskan, mending nggak sama sekali. hehehe...

Kemudian keesokan harinya, di kelas ada pelajaran Thermodynamics and Heat Transfer. Kebetulan lagi dibahas ttg Hukum Thermodinamika.
Dalam hukum Thermodinamika ke-2 yang memakai konsep Entropy, dinyatakan bahwa: Setiap reaksi yang terjadi dalam sebuah closed system akan menyebabkan Entropy dari sebuah system tersebut tetap atau bertambah (i.e. >= 0); Entropy tak pernah berkurang.

Jreng! Tiba2 kok sepertinya dapet hubungan antara pertanyaan temenku hari sebelomnya dengan pelajaran hari ini.

Dan akupun berpikir begini: kalo alam semesta itu dianggap sebagai sebuah closed system, maka entropy dari alam semesta ini selalu bertambah, karena setiap saat selalu terjadi reaksi2 di dalamnya, contoh: penguapan, pembakaran, dll. Intinya, entropy alam semesta selalu bertambah. Nah, lho... kalo sesuatu itu selalu bertambah, pasti dahulunya pernah mempunyai nilai yang kurang dari nilai saat ini. Contoh: misalkan sekarang entropy alam semesta adalah 100, maka beberapa saat yang lalu nilainya pasti lebih kecil dari 100, bisa saja 80,50,40, dst. Dan pada suatu saat yang laluuu pasti pernah mencapai nilai 0 (zero)! Sebuah ketiadaan!

Jadi alam semesta ini dahulunya pernah tidak ada! Dan patahlah konsep temanku tadi yang mengatakan bahwa alam semesta ini mengikuti sebuah siklus yang sirkuler/melingkar, alias tak berawal dan tak berakhir.
Jelas alam semesta ini berawal! Jika sesuatu itu berawal, pasti ada yang mengawalinya. Hanya Dzat yang Maha Sempurna yang mampu menciptakan alam semesta dan isinya. Tak mungkin manusia atau sebangsanya. *ya iyalah, bahkan manusia tak kan pernah bisa menciptakan seorang manusia pun. Cloning pun bukan menciptakan, lho, cuman merekayasa yang sudah ada*

Dan akhirnya, hukum Thermodinamika 2 pun telah membuktikan akan keberadaan-Nya. Dialah Allah, Dzat Maha Sempurna, pencipta dan pemelihara alam semesta dan isinya.

Yah, setidaknya bagi saya sendiri, saya sudah menemukan sebuah pembuktian logis atas pertanyaan saya selama ini, tentang pembuktian keberadaan Tuhan. Bukannya sebelumnya saya nggak yakin, tapi pembuktian logika membuat lebih memperkuat keyakinan itu.

Dalam Al Quran pun terdapat ayat yang 'menganjurkan' untuk berpikir tentang penciptaan langit dan bumi diwaktu berbaring, duduk dan berdiri. "Mengapa ?" Ada 2 jawabannya:
1. Kita tak akan mampu membuktikan keberadaan Allah secara wujud, melainkan hanya melalui penciptaan dan hasil ciptaannya.
2. Selalu mengingat proses penciptaan, secara otomatis akan selalu mengingatkan kita kepada sang Penciptanya, Allah SWT.

Sesungguhnya, selalu ada jalan yang menuntun kepada pembuktian atas keberadaan-Nya, di manapun dan kapanpun - di waktu berbaring, duduk, dan berdiri....

Subhanallah...
Dan hukum2 alam pun tunduk kepada-Mu.

10 Comments:

Blogger eka said...

Memang sebaiknya ada 'satu waktu' kita mulai mempertanyakan semua doktrin dan dogma yang kita terima sejak kecil. Karena kunci ilmu berawal dari rasa ingin tau. Bukannya tidak percaya, tapi agar kita bisa lebih yakin dan akhirnya menjalankan segala sesuatunya dengan sadar. Tapi tidak semua orang berkesempatan tiba pada 'suatu waktu' tersebut dan sekaligus mendapat tuntunan dalam mencari jawaban atas segala pertanyaan.
Kadang ambisi, kesibukan, dan rutinitas se-hari2 mengaburkan/menghilangkan kesempatan itu. Mudah2an kita termasuk orang2 yang tidak kehilangan kesempatan.

5:45 AM  
Blogger dils said...

Mbak Eka:
Iya, Mbak, betul sekali!
Sebenarnya pertanyaan tentang keberadaan Tuhan itu yang paling 'berbahaya', soalnya salah2 bisa fatal akibatnya.

Saya sempat takut juga waktu pertanyaan tentang itu muncul, kalo gak salah sejak sekitar kelas 4 SD. Mulai mempertanyakan ttg 'Tuhan ada gak, ya?', 'Yakin Islam agama yang benar?' dsb2. Ya, waktu itu sempat 'krisis' juga. Tapi alhamdulillah, hati nurani lebih kuat untuk membuat tetap percaya dan nggak sampe salah jalan. Dan alhamdulillah juga, jawabannya ditunjukin along the way.

Kabar2nya, banyak mahasiswa2 filsafat yang ended up menjadi atheis/freethinker. Ini menunjukkan rawannya jenis pertanyaan semacam2 itu.
Sebenernya hati nurani sudah tau jawabnya, sih. Tinggal akallah yang menunggu pembuktian. Meyakini dengan hati nurani dulu, baru pembuktian akal, dan bukan sebaliknya.

5:11 PM  
Blogger dils said...

shinta:
yoi, shin..
Agak mengkhawatirkan memang bermain2 dengan pembuktian begitu. Tapi yakin sih, bagaimanapun juga, alam semesta dan isinya akan tunduk patuh pada Penciptanya.

Jadi, gimana tuh Shin, blogmu ?
Tetep, expandinguniverse !!!

7:20 AM  
Blogger noe2l said...

hmm... bisa seperti sistem peradilan nih...:

tidak bersalah sampai terbukti bersalah...
atau bersalah sampai terbukti tidak bersalah...

tidak ada sampai terbukti ada... atau ada sampai terbukti tidak ada...

"bukti"............ data dan fakta yang sama.... tapi sudut pandang dan cara berpikir membuatnya berbeda....

10:07 AM  
Blogger Eddy Fahmi said...

wuah entropy nambah terus, dunia tambah kacau, chaos deh. aduh... chaos tomat chaos sambel chaos... :D

12:33 PM  
Blogger dils said...

Noe2l:
wah, Noel, kok jadi malah tambah serem ???

Fahmi:
chaos kaki may way !!! kekeke...

Faj:
Hidayah is granted, Faj.

3:38 PM  
Anonymous Anonymous said...

Gendeng, sangar tenan arek iki, top tenan analisise
ck.ck.ck.ck....


Ady Wicaksono

3:58 PM  
Anonymous Anonymous said...

Jaman wis akhir jaman wis akhir jaman wis akhir ...
Segala yang berawal pasti akan berakhir ...
Tapi, bagaimana kalau ternyata waktu itu adalah relatif ...
...
kalo sedang kangen ... kok rasanya lamaaaaa gitu ...
kalo mau berpisah, rasanya kok cepet banget ya ...
padahal dalam mimpi ... sepertinya waktu berjalan lebih dinamis :d

...

U N

6:44 PM  
Blogger dils said...

Ady:
Cuman ingin menyampaikan 'titipan' hikmah...

U N:
Sudahlah, Ru...
jangan memikirkannya terus...
*huhuy... piwit prikitiuww...*

5:13 AM  
Anonymous Anonymous said...

Bukti keberadaan-Nya ada dalam pikiran dan hati manusia sendiri. mau atheis kayak apapun, pikirannya akan selalu bertanya : kenapa aku ada? untuk apa aku ada? kemana nanti aku akan kembali? kenapa harus begini harus begitu? kenapa gagal? kenapa berhasil? kenapa dan kenapa yang ternyata gak pernah bisa dijawab secara logis terbukti bahwa ada yang mengatur skenario ini yang kuasanya lebih dari kita. Dan setiap manusia yang sedang dalam keadaan stress mau beragama ataupun tidak beragama, pasti akan menyerah dan mengadu kepada "sesuatu" yang dianggap mempunyai kekuatan yang bisa mendengar dan memberikan solusi keluhannya.

7:56 AM  

Post a Comment

« Home