Tuesday, December 31, 2019

2019 in summary

InsyaAllah akan saya tutup tahun 2019 ini dengan hamdallah. Alhamdulillah 'ala kuli hal....

Di tahun ini banyak kejadian kehilangan di kalangan keluarga saya. Di awal tahunnya saya kehilangan Bapak saya dengan cara yang mendadak, dan di penghujung tahunnya kehilangan Bapak mertua dengan cara yang tidak terlalu mendadak, tapi tetap tak terduga. Pakdhe dari keluarga Ibu saya juga berpulang, tak lama setelah Bapak saya. Bapak guru SD saya yang sangat berjasa mendidik saya pun berpulang tak lama setelah Bapak mertua. Alhamdulillah saya sempat bertakziah ke rumah beliau karena kebetulan sedang berada di Indonesia.

Pelajarannya? Saya makin merasa hidup ini sangat fragile. 
Sebenarnya saya merasakan kefragilan ini sudah sejak beberapa tahun terakhir, ketika saudara kakak ipar dari pihak suami berpulang dalam umur yang masih muda dan cara yang mendadak, serta kawan - kawan seangkatan yang juga berpulang dengan cara yang mendadak. Bagaikan gelas, hidup itu fragile, mudah pecah, tersentuh sedikit saja bisa retak dan hancur berkeping - keping. Dan kita tak kan pernah tahu kapan giliran kita yang akan retak dan hancur. 

Setelah kehilangan Bapak saya, saya pikir ujian kehidupan akan berhenti sejenak untuk memberi saya jeda untuk bernafas. Tapi ternyata tidak, ujian yang besar bertubi lagi menghampiri. Mau gimana lagi, saya sambut saja dengan basmallah dan pasrah. Kali ini dengan ujian kesehatan yang cukup membuat shock. Alhamdulillah ketika itu saya diberi kemudahan untuk menghadapinya dengan merasa 'ringan'. Padahal ketika melihat ke belakang, saya masih merasa bergidik dan takjub bahwa saya bisa merasa cukup tenang menghadapinya. Saya yakin, bukan ujiannya yang kecil, tapi saya yang banyak dibantu dalam menghadapinya. Alhamdulillah... 'ala kuli hal....

Yes, life is indeed so fragile, but let's embrace it for whatever it brings with a big heart.

Saturday, December 21, 2019

Life is getting more fragile nowadays....

Entah mengapa akhir - akhir ini saya merasa bahwa hidup ini terasa semakin fragile, rentan, mudah pecah. Mungkin karena beberapa tahun belakangan ini, saya tiba - tiba kehilangan orang - orang dari kalangan keluarga dekat saya dan kalangan teman - teman yang saya kenal. Kehilangannya pun dengan cara yang mendadak. Di tahun 2019 ini saja, di awal tahunnya, saya kehilangan ayah saya. Kemudian, di akhir tahunnya, saya kehilangan Bapak mertua saya. Setelah ayah saya, Pakde (dari jalur ibu saya) saya menyusul sebulan kemudian. Dalam waktu yang hampir berdekatan dengan Pakde saya, seorang Paklik dari jalur suami saya, pun menyusul dengan cara yang tak kalah mengejutkan, terperosok ke dalam got dan baru diketemukan keesokan harinya. Duh Gusti, taun ini benar - benar penuh berita kehilangan bagi keluarga kami.

Ayah saya sehat secara umum, tidak memiliki keluhan kesehatan yang berarti. Punya darah tinggi, tapi terkontrol. Tidak diabetes. Kolesterol normal. Rajin olah raga. Tidak mengeluhkan sesuatu yang signifikan, yang jelas ya tidak sedang dirawat di rumah sakit, mathang - mathang. Paginya beliau masih sempat bersepeda mencoba jalan tol baru Merr ke Juanda. Secara umum beliau sehat, segar bugar, dapat beraktivitas normal. Serangan jantung! Serangan jantung (cardiac arrest) yang mendadak merenggut nyawanya, dalam 4 menit saja. Tidak punya riwayat penyakit jantung sebelumnya. Hmm... mungkin ada sih hal yang agak mencurigakan dikeluhkan setahun terakhir, yang luput dari perhatian dan kemudian menyebabkan terjadinya ini. Tapi, yah... hal itu tidak pernah mengganggu aktivitasnya sehari - hari.

Lain Bapak, lain pula Bapak mertua. Bapak mertua saya juga seorang yang secara umum sehat. Tidak pernah sakit sampai masuk rumah sakit sebelumnya. Untuk usia yang sudah kepala 8, beliau bisa dikatakan sehat dan gesit. Tapi entah mengapa, sekitar 2 bulan sebelum meninggalnya, keadaan kesehatan beliau merosot drastis. Diagnosis berupa penyakit yang tidak bisa diobati karena faktor usia dan memang berupa penyakit yang harapan hidupnya pun rendah di seluruh dunia.

Demikian pula, berita tentang berpulangnya kawan - kawan yang saya kenal dengan cara yang mendadak, misalnya karena kecelakaan, bencana alam, maupun entah sakit apa,.... membuat saya semakin merasa bahwa hidup semakin fragile. Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi bahkan pada keesokan hari. Oh, bahkan pada sejam kemudian, atau beberapa menit kemudian.

Kalau menurut suami saya, hal ini wajar saja, karena usia kami yang sudah tidak muda lagi, maka orang tua dan yang seangkatan mereka pun sudah lanjut usianya, juga kawan - kawan kami pun juga sudah tidak muda lagi. Adalah hal yang wajar jika semakin lanjut usia, semakin besar pula kemungkinan untuk berpulang. Hmm... ada benarnya. Tapi saya nggak ingat pernah kehilangan pakde atau Budhe pada usia SD. Sedangkan anak saya, sudah kehilangan seorang Pakdhe nya 2 tahun lalu dan kehilangan dua orang kakeknya tahun ini. Saya baru kehilangan kakek saya waktu saya kelas 6 SD. Well, mungkin ini karena saya telat punya anak saja sih.


Entahlah, hidup yang semakin fragile ini membuat saya berpikir saya harus bagaimana secara saya ini juga bukan orang yang sehat - sehat amat. Saya percaya, umur sudah ditentukan bahkan sebelum manusia dilahirkan. Mau mikirin sampe mumet tentang umur kok ya rasanya nggak ada gunanya. Ya weslah, mungkin yang terbaik ya pasrah aja. Woles aja, berusaha berbuat yang terbaik semasa hidup, dan siap - siap bekal untuk dibawa ke akhirat.

Nah, bagus juga hal begini ditulis, biar jadi pengingat kalo pas khilaf. Tapi nulis atau baca tentang beginian bikin jadi depressing nggak sih, gaes?