Thursday, July 18, 2019

Program Literasi Dini

Sebenarnya, sudah lamaa sekali saya ingin menuliskan tentang topik ini, akan tetapi.... jangankan menulis, membaca saja saya sulit.

Menurut sebuah buku yang pernah saya baca, "Making Sense of Neuroscience In The Early Years" oleh Sally Featherstone, Bahasa Inggris merupakan salah satu bahasa yang kompleks untuk mempelajarinya. Karena itu, penguasaan kemampuan literasi pada anak-anak berbahasa Inggris juga membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan pada anak-anak yang berbahasa lebih sederhana daripada bahasa Inggris. Di buku tsb. dicontohkan Bahasa Finlandia merupakan bahasa yang lebih sederhana, oleh karena itu kemampuan literasi anak - anak Finlandia tercapai pada usia yang lebih muda. Disebutkan bahwa anak berbahasa Inggris, rata-rata, baru memiliki pemahaman atas apa yang dibacanya pada usia 8-10(?) tahun.

Bahasa Inggris ini tergolong kompleks karena terdapat kekurang-konsistenan antara tulisan dan cara membacanya. Bayangkan, satu huruf bisa dibaca dengan berbagai macam bunyi, tergantung pada kata apa. Misalnya saja huruf 'c'. Dia bisa dibaca seperti huruf 'k' pada 'car', huruf 'ch' pada 'chair', atau 's' pada 'ice'. Mumet bukan? Contoh lain, angka 1, 'one' dibaca 'wan', dan bawang, 'onion', kenapa tidak dibaca 'wanion'?? Dan anak kecil mana yang ngeh kalo 'one' itu ditulisnya bukan 'wan'. Complicated is rumit, ya kan sodara2?

Karena saking rumitnya pembelajaran bahasa Inggris ini, maka dikejarlah penguasaan literasi ini sedini mungkin, dan metodanya pun dibuat semenarik mungkin untuk anak-anak. Dibuatlah beberapa program literasi dini, diantaranya: pembagian buku - buku bacaan dan sosialisasi cara berinteraksi antara anak dan pengasuh dalam melatih literasi. Pembagian buku bacaan dimulai ketika anak baru lahir procot, diberikan lewat health visitor ketika kunjungan rutin ke rumah sang bayi. Selain itu adalah sesi Bookbug. Sesi Bookbug ini adalah sesi belajar lewat bermain dan bernyanyi bersama anak - anak berdurasi 30 - 45 menit. Sesi ini bisa diikuti oleh anak - anak dari 0 sampai 5 tahun. Biasanya sesi dibagi menurut 2 kelompok umur, 0-3 tahun dan 3-5 tahun. Sesi ini biasanya diadakan rutin seminggu sekali di perpustakaan setempat.

Sebenarnya, Bookbug ini bukanlah melulu untuk membantu anak mulai belajar membaca, akan tetapi juga untuk membentuk ikatan emosional antara anak dan pengasuh, sosialisasi antar anak dan antara anak dan orang dewasa lain, dan sosialisasi antara pengasuh dan pengasuh lain. Banyak aspek yang memang hendak dicakup oleh Program Bookbug ini. Luar biasa idenya! Patut kita contoh untuk Indonesia, ya nggak?

Saya pribadi sangat terbantu oleh keberadaan program ini. Terutama di masa - masa awal pindah ke UK. Sesi Bookbug ini membantu saya dan anak saya untuk bersosialisasi. Saya belum terlalu terpikir untuk mengajari anak saya membaca, yang penting anak saya punya sarana bergaul. Itu saja dulu.

Nah, lain kali akan saya ceritakan ngapain aja sih selama durasi 30-45 menit itu di Bookbug. Saya pernah mengikuti pelatihan Bookbug session leader. Keren yak! Iya, tapi belum pernah dipakai untuk nge-lead session beneran, hehe... Tapi pelajaran yang saya petik dari pelatihan tersebut adalah tentang filosofi dibalik sesi Bookbug. Mengapa begini dan begitu. Sangat menarik! Tertarik? InsyaAllah juga akan saya tulis kapan - kapan. Kapan? Kapan - kapan. 😜

Kalau dipikir - pikir, kenapa sih pemerintah Inggris ini bela-belain menggelontorkan dana besar untuk anak yang bahkan usianya masih dibawah umur 5 tahun? Bahkan untuk anak masih bayi, yang boro - boro mau belajar baca, nangis aja kadang masih fales nadanya. Beneran perlu dana besar banget! Buku2nya, peralatan2nya, organisasinya, pelatihan - pelatihannya, evaluasi dan monitoringnya. Jawabnya adalah karena mereka percaya bahwa tiap sen uang yang mereka investasikan dengan tepat bagi anak sedini mungkin, akan mampu menghemat jutaan bahkan milyaran poundsterling untuk mengatasi permasalahan yang akan muncul ketika anak - anak tersebut telah dewasa. Pendidikan usia dini adalah koentji! Yang bagus - bagus begini kan bisa dicontoh ya gaes? Semoga ini bisa jadi masukan buat pemerintah.

Salam literasi!