Bersyukur
Pernah baca di sebuah buku yang berjudul Kecerdasan Milioner karangan Pak Dimitry Mahayana (itu tuh.. pendirinya SSC), di dalamnya disebutkan tentang kebahagiaan. *wehehe.. jarang2 lho, baca buku beginian*
Ditulis bahwa, orang yang berbahagia adalah orang yang bisa memberi makna atas segala yang terjadi dalam hidupnya. Pandai memaknai hidup berarti pandai mengambil hikmah atas segala yang telah terjadi. Ini erat kaitannya dengan sebuah hal yang disebut 'bersyukur'.
Tiada hikmah yang tak disertai dengan rasa syukur. Jika dapat mengambil hikmah dari suatu kejadian, berarti dapat menyadari bahwa kejadian tersebut tak terjadi dengan sia-sia.
Dan memang dalam Quran pun dinyatakan bahwa tiadalah sesuatu diciptakan dengan sia-sia.
Itu tadi bagian introductionnya, sekarang topik pembahasan akan di narrow down menjadi lebih spesifik: bersyukur.
'Apa ya bersyukur itu ?'
Bersyukur itu adalah hal yang dilakukan oleh bapak2 kalo pergi ke tukang potong rambut. Eh, bukan ding... itu bercukur yak...
Ini nih, yang beneran... Bersyukur itu dapat diartikan sebagai 'berterimakasih'.
'Kepada siapa ?' Meskipun kadang tidak disebutkan tujuan dari ungkapan 'syukur' tadi, tapi sudah dapat dipastikan bahwa bersyukur itu selalu kepada Tuhan.
Jadi bersyukur itu berterimakasih kepada Tuhan.
'Bagaimanakah contoh konteks berterimakasih dan bersyukur ?'
'Terima kasih' itu konteksnya:
- paling tidak 2 belah pihak yang melakukan transaksi memberi dan menerima
- 'benda' yang ditransaksikan biasanya jelas atau mudah teridentifikasi, bisa barang atau jasa.
Contoh: A diberi uang oleh B, dan A berterimakasih kepada B. Jelas konteksnya: ada 2 belah pihak yang melakukan transaksi, dan yang ditransaksikan berupa uang.
Karena jelas konteksnya, manusia masih jarang melupakan ungkapan terimakasih.
Tapi kalo bersyukur? hmm... mungkin sering sekali terlupakan.
'Apakah penyebabnya ?'
Mari kita analisis dari konteksnya.
Konteks bersyukur:
- pada dasarnya sama juga, terdapat at least 2 belah pihak yang terkait, yang satu pihak adalah Tuhan sebagai pihak pemberi. *by definition: bersyukur kan kepada Tuhan*
Karena Tuhan itu tak terlihat oleh manusia, maka dari konteks pertama saja sudah dapat ditemukan alasan orang untuk lupa bersyukur, yaitu karena Tuhan, pihak pemberi, tak tampak oleh mata manusia. Jangankan kepada Tuhan, lha wong manusia saja bisa lupa berterimakasih kepada sesamanya yang jelas2 kasat mata.
- 'benda' yang ditransaksikan dalam hal ini lebih berupa sesuatu yang tak berwujud, yang hanya dapat dirasakan oleh hati nurani. Ya jelas, wong Sang Pemberinya saja tak kasat mata, ya pemberiannya most likely ya sesuatu yang tak kasat mata pula.
Contoh: nikmat kesehatan, adalah contoh pemberian Tuhan. Tak kasat mata, sering dilupakan.
Ketidak berwujudan benda yang diberi oleh Tuhan inilah yang juga menyebabkan manusia sering lupa bersyukur.
Nah, hasil analisis konteks telah menunjukkan penyebabnya.
Untuk memperjelas tentang konteks bersyukur, mari kita lihat contoh2 berikut:
(a). Kesehatan, lengkapnya: nikmat kesehatan.
Kesehatan ini adalah contoh nikmat pemberian Tuhan (dari uncountable nikmat yang ada). Tak berwujud, hanya dapat dirasakan.
'Ah masak kesehatan pemberian Tuhan ? bukannya kalo sakit kita ke dokter ?'
Kadang udah ke dokter, penyakit gak sembuh2 lho... bahkan ada yang mati. hehe...
Intinya, kesehatan itu tidak dijamin oleh dokter, melainkan ada Dzat yang Maha Kuasa yang menentukan apakah seseorang berhak mendapat 'kesehatan' tsb atau tidak. Dokter cuman perantara, tapi pemberi kesehatan adalah Tuhan. Jadi, berterimakasih lah kepada dokter atas jasa penyembuhannya, tapi bersyukur tetap kepada Tuhan atas nikmat kesehatannya.
Kadang manusia cuman berhenti sampai berterima kasih kepada dokternya (itu juga kadang inget, hehe..), sedang bersyukur kepada Tuhan atas nikmat kesehatannya terlupakan. Abis Tuhan gak kelihatan, sih...
(b). Rezeki berupa harta
Sering juga terlupakan bahwa harta adalah nikmat pemberian Allah. Hanya karena disampaikan melalui orang, manusia juga sering berhenti sampe berterima kasih kepada perantara penyampai rezekinya saja.
'Jelas dong, kan yang ngasih gue duit si B. Tuhan gak pernah ngejatuhin duit dari langit ke gue, tuh!'
hohoho... menyesatkan! Yakin yang ngasih duit si B ?
Coba lihat contoh kasus berikut: si A adalah seorang petani yang menjual hasil panennya kepada B. Suatu kali si A sudah giat bekerja demi mendapatkan hasil panen yang melimpah supaya uang hasil penjualannya kepada B juga banyak. Tapi, tak diduga wabah wereng melanda sawah si A. Ludeslah hasil sawahnya, tak bisa dijual, dan A pun tak mendapat apapun dari si B, karena tidak menjual apapun.
Esensi cerita: memang, pada awalnya si A memiliki uang pada B yang berpotensi menjadi miliknya. Tapi, lagi2 ada sebuah kuasa yang menentukan apakah si A berhak memiliki uang tersebut pada akhirnya ? Kuasa itu adalah milik Allah. Rezeki di tangan Allah. Kalo memang si A akhirnya berhasil memiliki uang tsb melalui B, berarti ya memang Allah memberikan (menghendaki) rezeki itu untuk si A melalui perantaraan si B.
Jadi, si A berterima kasih kepada si B, tapi tetap harus bersyukur kepada Allah karena telah menghendaki rezeki itu untuknya.
'Adakah hal di dunia ini yang cukup di 'terima kasih' i tanpa perlu 'disyukur' i ?'
Jawabnya: Tidak ada! Kenapa ? karena pada dasarnya pemberian dari manusia itu terjadi atas kehendak Allah.
'Bagaimana jika sebaliknya ('syukur' yang tanpa perlu di 'terimakasih' i)?'
Jawabnya: Ada !
Apa sih yang nggak mungkin buat Allah untuk menjadikan sesuatu?
Ada orang yang udah parah banget sakitnya, trus tau2 sembuh tanpa sebab. Tau2 penyakitnya ilang plas !!
Nah, lho.. kayak gitu mau terimakasih ke siapa ? Sudah pasti harus disyukuri.
Dan sekarang, bagaimana kah cara supaya kita selalu ingat bersyukur?
1. Dengan menyadari bahwa tiada sesuatupun yang dapat sampai kepada kita tanpa kehendak Allah. Seperti yang terlihat pada contoh2 di atas...
2. Dengan berpikir kondisi negatif atas sebuah keadaan.
Wah, gimana nih maksudnya ?
Begini...
Berpikir tentang kondisi negatif dari sebuah keadaan, contohnya:
'Sehat', negatifnya adalah 'sakit'. Kalo tidak 'sehat' berarti kita 'sakit'. Sadar bahwa ada hal yang namanya 'sakit', maka mengingatkan kita bahwa ketika kita sehat berarti kita sedang diberi Allah 'sehat'.
Demikian juga contoh2 lainnya, seperti 'kaya' (vs 'miskin'), 'kenyang' (vs 'lapar'), 'melihat' (vs 'buta'), 'mendengar' (vs 'tuli') dsb dsb.
'Sehat', negatifnya adalah 'sakit'. Kalo tidak 'sehat' berarti kita 'sakit'. Sadar bahwa ada hal yang namanya 'sakit', maka mengingatkan kita bahwa ketika kita sehat berarti kita sedang diberi Allah 'sehat'.
Demikian juga contoh2 lainnya, seperti 'kaya' (vs 'miskin'), 'kenyang' (vs 'lapar'), 'melihat' (vs 'buta'), 'mendengar' (vs 'tuli') dsb dsb.
Biasanya, kalo keadaan sedang baik2 saja, kita cenderung lupa untuk bersyukur. Kita merasa bahwa keadaan yang biasa ini adalah memang sudah sewajarnya. Beda halnya kalo kita sedang mengalami keadaan yang tidak mengenakkan, misalnya sakit, lapar, dll. Makanya kadang orang sakit lebih mengerti arti bersyukur ketimbang orang sehat karena mereka telah berada dalam kondisi yang negatif itu. Sakitpun harus disyukuri karena dapat membuat jadi mengerti arti bersyukur.
Bersyukurlah:
jika sedang sehat, karena bisa saja sekarang kita sedang sakit...
jika sedang kenyang, karena bisa saja sekarang kita sedang lapar...
jika sedang bahagia, karena bisa saja sekarang kita sedang bersedih...
jika sedang ingat, karena bisa saja sekarang kita sedang lalai/khilaf...
jika sedang diingatkan, karena bisa saja sekarang kita dibiarkan untuk lalai/khilaf...
Ya Rabku... jangan pernah lalaikan hamba dari bersyukur kepada-Mu...