Jalan takdir. Tiap manusia memiliki jalan takdirnya sendiri - sendiri. Dan seperti halnya jalan dalam perlalulintasan, terkadang jalan-jalan itu bertemu di persimpangan, kadang beriringan, kadang berlawanan, kadang menyatu, dan kemudian berpisah di percabang. Fiuh.. ruwet.
Kalo jalan lalu lintas kota yang ngatur adalah DLLAJR (Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya *bener gak singkatannya*), kalo jalan takdir, yang ngatur sapa ya? :D Pasti lebih ruwet lagi.
Lagi pengen aja nulis tentang ini, gak tau kenapa. *lho*
Melihat ke 'belakang', mengamati ke 'samping', dan mencoba mengintip ke 'depan', rasanya ingin merumuskan perjalanan ini dalam kata - kata; meskipun pasti kata - kata tak akan pernah cukup untuk merumuskannya. *karena kebanyakan rumus perlu angka?*.
Sepanjang perjalanan yang sudah saya tempuh, sepertinya yang paling sering saya jumpai adalah persimpangan, dan pertemuan-percabangan. Persimpangan, alih - alih bagi sebuah pertemuan yang singkat untuk kemudian berpisah lagi, bagaikan bertemu di perempatan; sedang pertemuan-percabangan untuk sebuah pertemuan yang agak panjang untuk kemudian berpisah lagi, bagaikan 2 jalan yang menyatu dan kemudian di akhiri dengan percabangan. Yeah, keduanya sama saja intinya: bertemu, kemudian berpisah, meskipun rentang waktunya saja yang berbeda, bisa pendek, bisa panjang.
Saya memang paling sering berpindah - pindah lingkungan dan berpindah - pindah komunitas. Sejak kecil. Dari Surabaya, Ujung Pandang, Jayapura, Sorong, Surabaya lagi, Bandung, lalu ke Singapore, entah untuk berapa lama lagi. Dalam perjalanan itu bukan hanya tempat yg berbeda-beda, tapi komunitasnya juga berbeda - beda. Yang di tempat A, komunitasnya punya karakteristik begini, di B begitu, dst. dsb. Yah, begitulah...
Sebenarnya saya bukan orang yang suka berpindah - pindah, tapi ternyata jalan takdir saya menghendaki seperti itu: bertemu banyak persimpangan dan percabangan.
Saya suka bertemu (meskipun tidak selalu), tapi tidak suka berpisah.
Aneh ya? Padahal itu kan konsekuensi logis.
Kalau mau bertemu, ya harus mau berpisah.
Kalau tidak mau berpisah, ya jangan bertemu.
Kalau tidak mau bertemu, ya jangan berpisah. *nah, kalimat ini logikanya salah*
Iya, ada pertemuan, pasti ada perpisahan. Mungkin memang seharusnya begitu, kalau tidak jalanan akan macet di sebuah titik karena semua arus lalu lintas bermuara ke situ. Yah, begitu pula jalan takdir manusia. Harus berpisah setelah bertemu, supaya nggak macet. Saya juga nggak tau gimana bentuk kemacetan kalau dalam hal ini :D
Waktu kecil, hal perpisahan bukanlah masalah. Bagaimana mau jadi masalah, wong membaca saja saya sulit!
Tapi ketika sudah mulai mengerti arti kehidupan *cieh*, hal perpisahan menjadi hal yang sangat tidak menyenangkan. Bahkan saya pernah sampai sedih berhari - hari ketika akan lulus SMP karena harus berpisah dengan guru2 yang saya cintai *ya ampyun.. segitunya!*.
Sedih ketika akan berpisah dengan keluarga di rumah untuk merantau,
sedih ketika akan berpisah dengan teman - teman kos di Bandung *huhu.. padepokansekarers, I miss you so much, guys!*,
sedih ketika harus berpisah dengan teman - teman terbaik, karena satu dan lain hal,
dan juga dengan perpisahan yang ini, yang itu, dan yang lainnya.
Huhuhu.. kenapa ya, ujian itu selalu menyerang titik terlemah seseorang ?
Lha iya, kalo hal yang kuat diuji, nggak keliatan peningkatan hasil ujiannya, dong?
Sebenarnya saya tidak tinggal diam dalam masalah ini. Beberapa solusi pernah saya coba.
Diantaranya solusi yg paling keren adalah:
tidak ingin menambah teman baru dan tidak ingin punya teman dekat.
Bukannya apa - apa, sih. Soalnya semakin dekat, semakin sedih kalo mesti berpisah. Yah, meskipun karena suatu dan lain hal. *berpisah dalam arti luas*
Solusi ini di-apply nya udah lama banget, ketika awal-awal di Sg, sebagai reaksi akibat keterpukulan atas perpisahan dengan keluarga dan teman2 di Indo.
Kenyataannya, solusi ini gagal total! Bukan hanya teman saya jadi semakin banyak, tapi juga punya teman(2) dekat. Oh, well, this is totally out of control.
Lagi2, kenapa kalau sesuatu itu sudah diniatkan, justru ujiannya jadi semakin besar?
Jadi mendingan diem2 aja, yak :D *kayaknya yg dulu juga diem2, deh.. dalam hati doang*
Tapi mungkin memang solusi itu bukan solusi yang baik, karena bukankah manusia diciptakan bersuku - suku dan berbangsa - bangsa untuk saling mengenal ?
Solusi gagal total kok bangga?
Ya, solusi2 yg berhasil gak dicritain lahh...
Emang ada yang berhasil ya ?
Hmm.. ada nggak ya ? yang lebih mahal sih, banyak. ;D *emangnye obat nyamuk?*
Hmm.. lama - lama capek juga kalo harus sedih di setiap percabangan.
Capek gitu, loh! Iya kalo cuman sekali, lha ini berkali - kali e. *kok medhok banget, tho?*
Kalo lagi sedih.. dih.. dih karena perpisahan, akhirnya cuman bisa menghibur diri sendiri seperti ini:
"yo wis lah, toh manusia dilahirkan sendiri - sendiri dan nanti pada akhirnya juga akan 'kembali' sendiri"
*lha kalo yang kembar kan lahirnya nggak sendiri? :D*
Yeah, it's time to belajar kebal ! Tapi mana ada ilmu kebal anti-sedih-karena-pisah ? Ada juga kebal anti peluru :D Bingung2 entar minta divaksin anti flu burung aja, deh.
Oh, well... sepertinya kedepan bakal ada percabangan lagi. Mungkin beberapa.
Yah, sudahlah... hidup memang harus seperti itu.
Jalani saja dan syukuri. Semua pasti ada hikmahnya. Yakin!
Jika jalan - jalan kita harus berpisah,
semoga masih ada gang - gang kecil diantara jalan - jalan itu yang akan selalu menghubungkan kita;
semoga suatu hari nanti kita akan bertemu di persimpangan ataupun percabangan besar yang lain.
Dan semoga, kita termasuk orang - orang yang bertemu dan berpisah karena-Nya, amiin.