Teguran
Sering kali kita melakukan kesalahan, ada yang ditegur, ada pula yang dibiarkan.
Bagaimanapun, yang namanya kesalahan, mesti diperbaiki. Kalo enggak, pasti bakal ngefek ke output akhirnya.
Contoh: sekecil apapun kesalahan dalam proses produksi mesin, pasti berpengaruh pada performance dari mesin itu. Ya, ada yang cuman sekedar bikin suara mesin jadi sember, ato ada yang bisa2 bikin mesinnya meledak. Tergantung lah... tapi pasti bakal ada efek akhirnya.
Demikian halnya dalam hidup. Ketika kita melakukan kesalahan, kadang tersadari dan tertegur, kadang terlewatkan.
"Mana yang lebih baik, kesalahan yang disadari/ditegur atau yang dilewatkan ?"
Sama juga seperti contoh mesin tadi, mana yang lebih baik, kesalahan proses yang diketahui dan kemudian dikoreksi, ataukah kesalahan yang terlewatkan ?
Yang lebih baik ? Tergantung cara kita memandang, apakah pandangan kita adalah sekedar pandangan jangka pendek ataukah pandangan jangka panjang. Secara jangka pendek, melewatkan begitu saja sebuah kesalahan memang menguntungkan. Nggak ribet memperbaiki pada saat itu. Pengawas proses produksi mesin di bagian yang melewatkan kesalahan itu pun jadi nggak ribet pada saat kesalahan itu terjadi. Secara jangka pendek, ketika kesalahan terlewatkan, ada sebuah potensial keribetan yang tidak terjadi. Menguntungkan ??
Tunggu dulu!
Ketika produk sampai pada tahap akhir, mesin pun menjalani uji kelayakan.
Yang terdeteksi, "wah, kok suara mesinnya sember ya ?", "wah, kok mesinnya cepat panas ?", atau..
"duarrrr!!!" *mesinnya meledak*.
Dalam jangka panjangnya, sebuah kesalahan pasti memberi kontribusi pada output akhir. Sedikit atau banyak.
Jika saja kesalahan pada proses produksi mesin itu terdeteksi dan kemudian dikoreksi, pasti tidak akan terjadi suara sember, mesin cepat panas, ataupun meledaknya mesin. Memang ada sedikit keribetan pada saat mengoreksi kesalahan, tapi akan lebih baik dibandingkan jika produknya mencapai tahap akhir. Akan telah lebih susah mencari letak kesalahan ketika itu, dan jelas lebih susah memperbaikinya. Selain itu, jika sampai terjadi mesin yang meledak, akibatnya kan fatal.
Jadi, dalam pandangan jangka panjang, jelas kesalahan yang terlewatkan itu tidak menguntungkan. Akan lebih baik jika kesalahan itu terkoreksi sesaat ketika terjadinya. Ribet dikit nggak masalah, yang penting bisa mencegah hal2 fatal yang terjadi pada tahap akhirnya.
Jadi ? mana yang lebih baik ? kesalahan yang terlewatkan? atau yang tertegur dan kemudian terkoreksi ?
Jawabannya adalah.... jreng.... "A. Sila ke-3 Persatuan Indonesia" *lha kok ada jawaban soal ulangan SD ya?? maap ketuker...hehehe*
Ah, tau sendiri lah jawabannya...
Dalam hidup, kadang kita nggak sadar jika kita sedang melakukan kesalahan. Lha iya, nginjek kakinya orang aja kadang kita nggak tau.
Tapi bisa juga kita melakukan kesalahan dalam keadaan sadar, contoh: nggosipin orang. Tau sih kalo nggosip itu salah, tapi gimana lagi.. asik sih ngegosipin orang. hahaha... *dasar!*
Karena itulah dalam hidup ada yang namanya mekanisme peneguran, yaitu sebuah mekanisme untuk mengingatkan, dan kalo bisa mengoreksi kesalahan yang telah/akan diperbuat (mencegah).
"Sapa yang negur nih, sebenernya ?"
Jika dalam contoh produksi mesin di atas, proses produksi mesin adalah sistem yang dibuat dan diatur oleh manusia. Karena itu, kesalahan proses menjadi tanggung jawab manusia. Yang sebenarnya "menegur" kesalahan tersebut adalah manusia. Masak mau ada mesin lain yang ngomong ke sesamanya, "eh, elu tuh murnya kurang kenceng". Ya kecuali kalo mesin itu diprogram untuk bisa mendeteksi kesalahan sesama mesin. Tapi lagi2, sapa yang memprogram ? ya manusia! Soalnya pembuat sistemnya kan manusia.
Bagaimanapun, yang namanya kesalahan, mesti diperbaiki. Kalo enggak, pasti bakal ngefek ke output akhirnya.
Contoh: sekecil apapun kesalahan dalam proses produksi mesin, pasti berpengaruh pada performance dari mesin itu. Ya, ada yang cuman sekedar bikin suara mesin jadi sember, ato ada yang bisa2 bikin mesinnya meledak. Tergantung lah... tapi pasti bakal ada efek akhirnya.
Demikian halnya dalam hidup. Ketika kita melakukan kesalahan, kadang tersadari dan tertegur, kadang terlewatkan.
"Mana yang lebih baik, kesalahan yang disadari/ditegur atau yang dilewatkan ?"
Sama juga seperti contoh mesin tadi, mana yang lebih baik, kesalahan proses yang diketahui dan kemudian dikoreksi, ataukah kesalahan yang terlewatkan ?
Yang lebih baik ? Tergantung cara kita memandang, apakah pandangan kita adalah sekedar pandangan jangka pendek ataukah pandangan jangka panjang. Secara jangka pendek, melewatkan begitu saja sebuah kesalahan memang menguntungkan. Nggak ribet memperbaiki pada saat itu. Pengawas proses produksi mesin di bagian yang melewatkan kesalahan itu pun jadi nggak ribet pada saat kesalahan itu terjadi. Secara jangka pendek, ketika kesalahan terlewatkan, ada sebuah potensial keribetan yang tidak terjadi. Menguntungkan ??
Tunggu dulu!
Ketika produk sampai pada tahap akhir, mesin pun menjalani uji kelayakan.
Yang terdeteksi, "wah, kok suara mesinnya sember ya ?", "wah, kok mesinnya cepat panas ?", atau..
"duarrrr!!!" *mesinnya meledak*.
Dalam jangka panjangnya, sebuah kesalahan pasti memberi kontribusi pada output akhir. Sedikit atau banyak.
Jika saja kesalahan pada proses produksi mesin itu terdeteksi dan kemudian dikoreksi, pasti tidak akan terjadi suara sember, mesin cepat panas, ataupun meledaknya mesin. Memang ada sedikit keribetan pada saat mengoreksi kesalahan, tapi akan lebih baik dibandingkan jika produknya mencapai tahap akhir. Akan telah lebih susah mencari letak kesalahan ketika itu, dan jelas lebih susah memperbaikinya. Selain itu, jika sampai terjadi mesin yang meledak, akibatnya kan fatal.
Jadi, dalam pandangan jangka panjang, jelas kesalahan yang terlewatkan itu tidak menguntungkan. Akan lebih baik jika kesalahan itu terkoreksi sesaat ketika terjadinya. Ribet dikit nggak masalah, yang penting bisa mencegah hal2 fatal yang terjadi pada tahap akhirnya.
Jadi ? mana yang lebih baik ? kesalahan yang terlewatkan? atau yang tertegur dan kemudian terkoreksi ?
Jawabannya adalah.... jreng.... "A. Sila ke-3 Persatuan Indonesia" *lha kok ada jawaban soal ulangan SD ya?? maap ketuker...hehehe*
Ah, tau sendiri lah jawabannya...
Dalam hidup, kadang kita nggak sadar jika kita sedang melakukan kesalahan. Lha iya, nginjek kakinya orang aja kadang kita nggak tau.
Tapi bisa juga kita melakukan kesalahan dalam keadaan sadar, contoh: nggosipin orang. Tau sih kalo nggosip itu salah, tapi gimana lagi.. asik sih ngegosipin orang. hahaha... *dasar!*
Karena itulah dalam hidup ada yang namanya mekanisme peneguran, yaitu sebuah mekanisme untuk mengingatkan, dan kalo bisa mengoreksi kesalahan yang telah/akan diperbuat (mencegah).
"Sapa yang negur nih, sebenernya ?"
Jika dalam contoh produksi mesin di atas, proses produksi mesin adalah sistem yang dibuat dan diatur oleh manusia. Karena itu, kesalahan proses menjadi tanggung jawab manusia. Yang sebenarnya "menegur" kesalahan tersebut adalah manusia. Masak mau ada mesin lain yang ngomong ke sesamanya, "eh, elu tuh murnya kurang kenceng". Ya kecuali kalo mesin itu diprogram untuk bisa mendeteksi kesalahan sesama mesin. Tapi lagi2, sapa yang memprogram ? ya manusia! Soalnya pembuat sistemnya kan manusia.
"Kalo kesalahan manusia, sapa yang negur sebenernya ?"
Karena kita hidup di dunia yang diciptakan dan diatur oleh-Nya, maka jelas yang negur kita adalah Tuhan. Meskipun dalam prakteknya peneguran itu dilakukan melalui perantara2.
"Bagaimana kah bentuk mekanisme peneguran itu ?"
Kita akan bahas setelah pesan2 berikut ini.....
hehe.. gak ding....
"Bagaimana kah bentuk mekanisme peneguran itu ?"
Kita akan bahas setelah pesan2 berikut ini.....
hehe.. gak ding....
Bentuk2 mekanisme peneguran:
1. Ditegur melalui orang/manusia
Ini yang paling sering. Dan cara ini adalah bentuk peneguran yang paling eksplisit dan mudah dikenali. Pada banyak kasus memang yang menjadi korban adalah penegurnya. Penegur sering dianggap menjadi pihak yang ngerepotin, berisik, reseh, dsb. Padahal sebetulnya, kebenaran kan bersumber dari Yang Maha Benar. Penegur hanyalah pihak yang menjadi perantara saja. Yang menegur sebenarnya ya Yang Maha Benar...
Terang aja, siapa yang gak gondok dibilangin "eh, jangan ngerokok dong! Nggak baik tuh!"
Reaksi kita, "ihh.. elu reseh amat sih! .. berisik aje! kagak bisa liat orang seneng ye! Seumur2 gue bakal benci ame lu!"
huhuhu.. yang kena yang ngingetin, deh... padahal yang ngingetin kan sebenernya bukan orang itu, tapi Tuhan. Coba kalo dia nyadar bahwa penegur nya adalah cuman perantara-Nya, masih brani gitu ngumpat2 ?
Harusnya bersyukur... udah diingetin, dan diberi kesempatan untuk mengoreksi kesalahan ketika masih hidup.
2. Ditegur melalui sebuah kejadian
Yang ini bentuknya implisit dan susah untuk disadari keberadaannya. Cuman kalo kita bener2 mau membaca ayat2 yang tersurat dan tersirat saja, kita-insyaAllah-bisa membacanya.
Yang ini bentuknya implisit dan susah untuk disadari keberadaannya. Cuman kalo kita bener2 mau membaca ayat2 yang tersurat dan tersirat saja, kita-insyaAllah-bisa membacanya.
Bentuk kejadian yang berupa teguran ini bisa bermacam2, misalnya sakit, kegagalan, kehilangan, dsb. Kadang bisa saja kejadian itu juga merupakan ujian, tapi bisa juga merupakan teguran, atau memang untuk maksud yang 2 in 1 *kaya shampo aje*. Nah, ini membedakannya/membacanya harus dengan hati nurani. Itulah pentingnya menjaga hati, agar selalu peka terhadap yang begini-begini ini,i.e. mekanisme komunikasi vertikal.
Sakit, sering menjadi bentuk teguran *menurut pengamatan pribadi, sih..* Tidak perlu pengamatan spiritual untuk melihatnya.
Sebuah contoh: sakit jantung dapat merupakan sebuah teguran bagi orang yang doyan makan makanan berlemak dan malas berolah raga. Manusia kan dikasih jasmani buat dipelihara, dijaga. Orang yang tidak mau menjaga jasmaninya, dengan makan yang tak terkontrol, males olah raga, ya... berarti tidak menjaga dirinya dan perlu ditegur. Jreng! kenalah penyakit jantung untuk menegurnya. Meskipun nggak semua orang gemuk sakit jantung sih.. Dan lagi2 ada juga sakit yang merupakan ujian hidup.
Ya, kalo diberi sakit, bersyukur aja. Kan sakit itu bisa menjadi kafarah/penebus bagi dosa2 juga. Kalaupun memang sakit merupakan tegurannya, bersyukur juga, karena sekalian ditegur, sekalian dikurangi juga dosa2nya. Alhamdulillah...
3. Ditegur langsung oleh Yang Di Atas
Yang ini mekanisme spesial bagi orang2 yang berlevel Nabi2.
Kan diceritakan bahwa Nabi2 itu kalo berbuat kesalahan, mekanisme penegurannya sangat cepat dan langsung dari Tuhan. Nggak sampe lama2, dalam waktu singkat langsung ditegur! *meskipun kadang dg perantara malaikat juga, sih ngirim pesannya*
Yah, begitulah, semakin tinggi 'tingkatan' seseorang semakin cepat pula mekanisme pengoreksiannya. Selalu terjaga. Salah sedikit, langsung ditegur/diingatkan. Tidak dibiarkan untuk salah berlama-lama.
"Trus gimana kalo sudah ditegur tapi trus teguran itu dicuekin ?"
Wah, gimana ya ? Wallahu a'lam.. saya ndak tau juga gimana.
Seperti dalam contoh mesin tadi, selalu ada efek pada output akhirnya.
Kalo pada manusia, mungkin bervariasi. Ketika melakukan kesalahan, minim dapet dosa, itu buat itungan di akhiratnya.
"Kalo di dunia nya ? Ada juga nggak efeknya ?"
hmm... sepertinya ada aja sih...
Misal, kalo duit didapat dari jalan nggak halal e.g. merampok, mencuri, jadinya rezekinya tidak barokah. Meskipun mungkin seharusnya rezeki itu adalah hak dia dari Tuhan i.e. emang rejekinya. Tapi kan tergantung pada proses memperolehnya juga. Kalo prosesnya nggak halal, ya jadinya rezekinya nggak barokah.
Kalo sesuatu itu didapat dari jalan nggak halal, kabarnya sih, jadinya nggak barokah.
Tapi ya nggak tau juga, ya. Ada yang mau membuktikan sendiri ???? Silakan, tapi nanti hasilnya lapor ke saya ya, buat bahan riset lanjutan. huhuhuhu.... *jangan ding, hidup cuman sekali, jangan dibuat eksperimen*
Yang ini mekanisme spesial bagi orang2 yang berlevel Nabi2.
Kan diceritakan bahwa Nabi2 itu kalo berbuat kesalahan, mekanisme penegurannya sangat cepat dan langsung dari Tuhan. Nggak sampe lama2, dalam waktu singkat langsung ditegur! *meskipun kadang dg perantara malaikat juga, sih ngirim pesannya*
Yah, begitulah, semakin tinggi 'tingkatan' seseorang semakin cepat pula mekanisme pengoreksiannya. Selalu terjaga. Salah sedikit, langsung ditegur/diingatkan. Tidak dibiarkan untuk salah berlama-lama.
"Trus gimana kalo sudah ditegur tapi trus teguran itu dicuekin ?"
Wah, gimana ya ? Wallahu a'lam.. saya ndak tau juga gimana.
Seperti dalam contoh mesin tadi, selalu ada efek pada output akhirnya.
Kalo pada manusia, mungkin bervariasi. Ketika melakukan kesalahan, minim dapet dosa, itu buat itungan di akhiratnya.
"Kalo di dunia nya ? Ada juga nggak efeknya ?"
hmm... sepertinya ada aja sih...
Misal, kalo duit didapat dari jalan nggak halal e.g. merampok, mencuri, jadinya rezekinya tidak barokah. Meskipun mungkin seharusnya rezeki itu adalah hak dia dari Tuhan i.e. emang rejekinya. Tapi kan tergantung pada proses memperolehnya juga. Kalo prosesnya nggak halal, ya jadinya rezekinya nggak barokah.
Kalo sesuatu itu didapat dari jalan nggak halal, kabarnya sih, jadinya nggak barokah.
Tapi ya nggak tau juga, ya. Ada yang mau membuktikan sendiri ???? Silakan, tapi nanti hasilnya lapor ke saya ya, buat bahan riset lanjutan. huhuhuhu.... *jangan ding, hidup cuman sekali, jangan dibuat eksperimen*
*Haduh.. serem juga nih nulis beginian! Jadi nyadar banyak kesalahan... Sodare2 maapin aye ye...
Niatnya bener2 cuman pingin sharing pemikiran aja; tidak hanya untuk tulisan ini, tapi jg tulisan2 aye yang lainnya. Kalo ada kata2 yang salah, saya mohon maaappp sebesar-besarnya*
Niatnya bener2 cuman pingin sharing pemikiran aja; tidak hanya untuk tulisan ini, tapi jg tulisan2 aye yang lainnya. Kalo ada kata2 yang salah, saya mohon maaappp sebesar-besarnya*
Terimakasih, telah Kau ingatkan aku dengan cara-Mu. Sedangkan itu baru sepersekian dari salah dan dosaku...
6 Comments:
maapin juga kesalahan fahmi...
yg langsung ato tidak langsung
yg offline maupun yg online
yg sengaja ato nggak sengaja
yg masih inget maupun yg udah lupa
yg pernah terjadi, yg sedang terjadi, dan yg akan terjadi
fahmi:
sama2 mi... mohon maaf lahir batin...
ada email dari temen ttg teguran juga, aku kutip disini ya:
Seorang pekerja pada proyek bangunan memanjat ke atas tembok yang sangat tinggi. Pada suatu saat ia harus menyampaikan pesan penting kepada teman kerjanya yang ada di bawahnya. Pekerja itu berteriak-teriak, tetapi temannya tidak bisa mendengarnya karena suara bising dari mesin-mesin dan orang-orang yang bekerja, sehingga usahanya sia-sia saja.
Oleh karena itu untuk menarik perhatian orang yang ada di bawahnya, ia mencoba melemparkan uang logam di depan temannya. Temannya berhenti bekerja, mengambil uang itu lalu bekerja kembali. Pekerja itu mencoba lagi, tetapi usahanya yang kedua pun memperoleh hasil yang sama. Tiba-tiba ia mendapat ide. Ia mengambil batu kecil lalu melemparkannya ke arah orang itu. Batu itu tepat mengenai kepala temannya, dan karena merasa sakit, temannya menengadah ke atas? Sekarang pekerja itu dapat menjatuhkan catatan yang berisi pesannya.
Allah SWT kadang-kadang menggunakan cobaan-cobaan ringan untuk membuat kita menengadah kepadaNya. Seringkali Allah melimpahi kita dengan rahmat, tetapi itu tidak cukup untuk membuat kita menengadah kepadaNya. Karena itu, agar kita selalu mengingat kepadaNya, Allah sering menjatuhkan "batu kecil" kepada kita.
(batu kecil itu maksudnya teguran, kalo batu besar mungkin musibah kali ya)
eka:
betul banget, Mbak. Justru teguran2 dan ujian2 itu sebenernya banyak manfaatnya, diantaranya buat mengingatkan akan ketidakberdayaan kita, untuk mendekatkan kita pada sang Pencipta kita, supaya berhati2 dalam bertindak, dll.
Biar kita selalu inget untuk 'menoleh' kepada-Nya.
-dien-:
Selalu dapet bahan tulisan dari mana ?
dari kehidupan sehari2 kok, Dien...
Sebenernya dari kehidupan sehari2, banyak banget yang bisa diambil pelajarannya. Bahkan dari seekor kucing yang mengeong pun. *bentar lagi mikir, pelajarannya apa ya ? hehehe...* Ya, istilahnya gitu, deh.. hehe..
Bahwa intinya: everything happened for a reason alias tiada sesuatupun yang terjadi dengan sia2.Tinggal kita aja yang berusaha untuk mengambil hikmah dari setiap kejadian.
Emang juga, Dien, ada saatnya kita peka terhadap hikmah, kadang juga enggak. Juga tergantung mood. Susah juga untuk konsisten memikirkan tentang hikmah kehidupan. Ya, kaya iman juga, kadang naik kadang turun.
Hmm.. gimana caranya biar kita selalu berpikir ttg hikmah. Gimana ya ? Udah bener kok, Dien, kalo dengan memikirkan permasalahannya, menganalisa, dst. Mungkin perlu diperdetil dan diextend, memasukkan analisa2, trus contoh2 yang memperkuat, dst.
Sekedar sharing aja, selama ini cara yang aku pake:
1. Prinsip dasarnya: selalu berusaha membaca ayat2 yang tersurat dan tersirat.
Suka memperhatikan fenomena2, kejadian2, dan selalu merefer balik ke hukum2 yang ada dalam Islam i.e. Qur'an, Sunnah, dll.
2. Melihat secara out-of-the-box.
Melihat dengan perspektif sebagai pengamat dari luar sistem, secara objektif. Melihat dari luar sistem: menempatkan posisi kita sebagai pengamat dari luar sistem untuk melepaskan faktor subjektifitas, mendetach faktor nafs/emosi/egoisme dll.
3. Menganalisis, mendeduksi/menarik kesimpulan2 dan memantapkan konsep.
Berusaha menemukan the big picture dari kejadian2/fenomena2 tsb. Fenomena2/kejadian2 bisa dari pengalaman sendiri, orang, dll. Kalo mau nulis yg asalnya dari pengalaman sendiri nggak perlu jadi curhit. Anggap aja pengalaman sendiri sebagai salah satu dari pengalaman orang. Kan kita udah think out of the box, berpikir keluar dari sistem.
Setelah itu, memantapkan konsep dengan mengextend scope dan mengapply pada contoh2.
3. Berusaha crosscheck view dengan pihak2 lain.
Misalnya dengan mencari referensi2, diskusi2, nanya2, dll.
Begitu, Dien...
Ayo Dien, tetap semangat !!! Tinggal 4 lagi!!
Semoga dimudahkan dan diberi yang terbaik... amiiinn...
uni:
wekekeke... emang dari mane, jek ?
dari mane2 nih...
biasa, karya kompilasi... ;)
Post a Comment
« Home