Kualitas dan Kuantitas
There's no quality without quantity.
But, quantity can exist without quality. (iya nggak ya???)
Kuantitas dan kualitas dapat diibaratkan sebagai carrier (pembawa) dan muatannya (yg dibawa).
Kuantitas membawa kualitas.
Syarat adanya sebuah kualitas adalah keberadaan dari kuantitas.
Paling tidak pernyataan ini adalah dalam konteks kehidupan di alam dunia :D
Contoh dalam hal makanan:
Makanan bisa bergizi, meskipun TIDAK BANYAK.
(Syarat adanya gizi: harus ada MAKANAN-nya - No quality without the quantity)
Akan tetapi, makanan bisa banyak, tapi TANPA GIZI.
Contoh dalam bidang fisika:
Pemancaran gelombang siaran radio.
Gelombang AM/FM adalah pembawa (kuantitas) bagi energi bunyi yang dirambatkan (kualitas). Sesampainya di antena penerima, terjadi pemisahan antara gelombang pembawa dan energi bunyi. Energi bunyi akan diperdengarkan sebagai output pada radio, sedang gelombang pembawanya ke laut aja. :D
Konteks yg agak aneh memang, karena energi bunyi sendiri bisa menjadi kuantitas bagi jenis2 energi bunyi yg dirambatkan, misal: bunyi pintu, bunyi klakson, dll.
Paling tidak, pada level teratas, energi bunyi menjadi 'kualitas' bagi gelombang radio AM/FM.
Contoh dalam kehidupan:
Usaha dan rezeki (e.g. harta, keberhasilan, dll).
Usaha - adalah kuantitas bagi rezeki - kualitas.Usaha harus ada, meskipun sedikit (Usaha > 0).
Rezeki, meskipun ini sudah digariskan sebagai takdir, akan tetapi harus dicapai dengan usaha. (Agak membingungkan ya? Takdir kan sudah pasti terjadi, tapi kok masih harus diusahakan ? :D Anyway, jangan dipikirin lah kalo mau aman :)) Kalo mau dipikirin bisa panjaaangg..)
Makanan yang menjadi rezekinya bagi jasmani, harus pula dicapai dengan usaha.
Ibaratnya, makanan sudah tersedia di atas meja, tinggal kita saja yang harus berusaha menggapainya. Itupun sudah tergolong usaha yang kecil.
Bisa pula, makanan sudah tersedia di hadapan kita, tinggal kita saja yang harus berusaha menyuapkannya ke dalam mulut. Ini sudah tergolong usaha terkecil.
Meskipun kalau sedang sangat2 beruntung, kita tinggal buka mulut, bakal ada seseorang yg menyuapkannya ke mulut kita :)). *tapi kan tetap masih harus berusaha mengunyah ?*
Yang berbahaya adalah pada paham fatalisme, dapat beranggapan: Kalo sudah takdirnya, rejeki itu akan datang sendiri walaupun kita hanya diam saja.
Hmm.. mengatasnamakan takdir. Well, this is beyond our scope.
Tapi saya yakin, kalo memang sesuatu itu sudah digariskan oleh takdirnya, meskipun kita maunya diam saja, akan ada eksternal faktor yang membuat kita secara tidak sadar justru mencapainya. Dan berlaku pula sebaliknya. :D
*another renungan iseng2...*
0 Comments:
Post a Comment
« Home